Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Blogger Template From:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Senin, 21 November 2011

Apa yang Lucu dari Negeri Ini?

Alangkah Lucunya Negeri Ini… Tentu kita yang membaca judul film seperti ini akan langsung tertarik dan penasaran dengan isi ceritanya. Apa yang lucu dari negeri kita tercinta, Indonesia? Apa yang sebenarnya diangkat oleh sang sutradara film dalam membuat film ini? Apakah dibalik judul tersebut, sang pembuat film sedang menertawai Indonesia? Atau malah ada hal lain yang ingin disampaikan oleh sang pembuat film? Dan untuk menjawab semua pertanyaan ini, yang perlu kita lakukan hanya satu, menonton film ini dari awal hingga akhir.
Film yang rilis 2010 lalu dan disutradarai oleh Deddy Mizwar ini bercerita tentang seorang pria bernama Muluk, seorang sarjana manajemen yang tak kunjung mendapat pekerjaan setelah kelulusannya dari bangku kuliah. Lalu ia mendapatkan ide untuk memberi pendidikan pada copet-copet jalanan yang salah satunya ia temui saat berada di pasar. Dengan meminta bantuan pada Samsul, seorang sarjana pendidikan yang kerjanya setiap hari hanya bermain gaple di pos ronda, dan juga Pipit, anak seorang Haji teman ayah Muluk yang kerjanya setiap hari mengharapkan kuis berhadiah dari televisi. Dan saat ayah Muluk dan ayah Pipit yang notabene seorang ahli agama mengetahui pekerjaan anak mereka yang sesungguhnya, konflik pun dimulai.

Seperti yang kita ketahui, Deddy Mizwar terkenal dengan karya-karyanya yang selalu memiliki makna mendalam. Lewat film ini, beliau berhasil memberi sindiran pada pemerintah akan masalah-masalah yang dihadapi negeri ini dan tak kunjung ada solusinya. Beliau menyuguhkan cerita yang mudah dipahami, menghibur, dan juga tepat sasaran.

Apakah pendidikan itu penting? Bahkan belum tentu semua orang berpendidikan berpikiran bahwa pendidikan itu penting. Samsul, seorang sarjana pendidikan pun diceritakan di film ini masih mempertanyakan apakah benar pendidikan itu penting. Memang kebanyakan orang pasti berpikir bahwa pendidikan itu sangat penting, tanpa pendidikan yang bagus, tidak akan ada masa depan cerah. Namun bagaimana dengan mereka diluar sana yang otaknya hanya berisi dengan pikiran “Bagaimana saya bisa mendapatkan uang hari ini” atau “Apa saya bisa makan hari ini”. Mindset itulah yang tertanam pada sebagian besar rakyat jelata di negeri ini. Tidak ada keinginan untuk maju dan berkembang. Bantuan Operasional Sekolah sudah bukan menjadi solusi mujarab jika dihadapkan pada kenyataan kurangnya kesadaran dari rakyat sendiri untuk mendapatkan pendidikan. Asalkan bisa bekerja, mendapat uang, makan, dan melanjutkan hidup mereka, apalagi yang harus susah-susah untuk diperjuangkan? Itu juga yang ada di pikiran beberapa pencopet di film ini. Meskipun mereka telah mendapat pendidikan dari Muluk, Samsul, dan Pipit, mindset mereka tetap tidak berubah dari awal, buat apa susah-susah ngasong yang hasilnya tidak sebesar daripada saat mereka menjadi pencopet? Karena uang adalah segala-galanya… Dengan uang kita bisa mendapatkan apapun yang kita inginkan.
Saat semua mindset rakyat Indonesia telah terbentuk bahwa uang adalah segala-galanya, takkan lagi mereka peduli akan nilai-nilai keagamaan. Selama mereka bisa mendapatkan uang, entah itu dengan cara halal ataupun haram bukan lagi suatu persoalan. Hal ini juga yang menjadikan bangsa Indonesia mengalami krisis moral. Seperti Muluk, Samsul, dan Pipit yang awalnya tidak peduli uang yang menggaji mereka untuk mengajar para pencopet itu didapatkan dari hasil mencopet yang tidak halal. Bahkan krisis moral itu tidak hanya menimpa para rakyat jelata seperti pencopet atau pencuri saja, masalah ini juga ada pada petinggi di negeri ini. Mereka yang notabene sudah memiliki harta melimpah ruah, masih saja tak puas dengan apa yang mereka miliki dan memakan uang rakyat di setiap kesempatan yang ada. Bagaimana negeri ini bisa maju jika moral rakyat dan para pemimpinnya tidak ada bedanya? Pemimpin yang seharusnya bisa dijadikan panutan oleh rakyatnya, malah membuat rakyatnya semakin ogah untuk mendukung para pemimpinnya sendiri.

Selain itu, mungkin kekolotan ayah Muluk dan ayah Pipit mengenai pekerjaan anaknya tidak lepas dari pemikiran rakyat Indonesia pada umumnya. Sebagian dari kita pasti berpikir, untuk apa memberi pendidikan copet-copet? Apa mereka bisa menerima dengan baik semua materi yang diberikan? Karena memang sudah dari awal lingkungan mereka buruk, apa mereka bisa menerima perubahan yang baik pada lingkungan mereka secara tiba-tiba? Hal itu juga pasti ada di benak Muluk pada saat awal ia memutuskan ingin mengajar para pencopet itu. Namun dengan kegigihannya dia terus mencoba dan meminta bantuan sana sini agar tujuannya bisa tercapai. Namun lagi-lagi, niat baik Muluk itu mendapat tentangan dari ayahnya, karena ayahnya tidak mau anaknya mendapatkan uang dari hasil mencopet. Maksud ayahnya mungkin baik, jika memang Muluk ingin membantu para pencopet itu untuk mendapat pendidikan, mengapa harus meminta imbalan? Mengapa harus meminta sebagian kecil uang dari hasil copetan mereka?
Mungkin hampir semua orang yang menyaksikan film luar biasa ini sedikit kecewa dengan endingnya. Terasa menggantung dan tidak jelas. Padahal kita semua pasti mengekspektasikan ending yang lebih greget dan mengena. Tidak jelas juga mengapa sang sutradara memilih ending seperti ini. Mungkin karena memang masalah-masalah yang diangkat di film ini belum ada solusi ampuhnya di kehidupan nyata. Dan bisa jadi sang sutradara memang meminta ending yang indah dari para pemimpin kita diluar sana dengan adanya film ini…

0 komentar:

Posting Komentar

 
 

Designed By Blogs Gone Wild!